Friday, September 13, 2013

PERANG UHUD


Perang Uhud
Perang Uhud terjadi pada han Sabtu tanggal 15 Syawal 3 H. Orang-orang Quraisy Makkah berambisi sekali membalas kekalahannya pada perang Badar Raya. Dipersiapkannya suatu pasukan besar dengan kekuatan 3000 orang serdadu. Dalam pasukan itu terdapat 700 ratus infanteri, 200 orang tentara berkuda (kavaleni) dan 17 orang wanita. Seo­rang di atara mereka yang tujuh belas  ikut serta Hindun bin Utbah, isteri Abu Sofyan. Ayahnya yang bernama Utbah, telah terbunuh pada perang Badar Raya.

Pasukan Quraisy dipusatkan di suatu lembah di pegunungan Uhud, suatu pegunungan yang terletak 2 kilometer sebelah utara Madinah.

Menghadapi tantangan, Nabi Saw. dan bebe­rapa orang sahabatnya berpendapat kaum Muslimin tidak perlu menemui musuh-musuh yang sudah siap siaga itu. Sebaliknya orang-orang Islam tetap siaga di Madinah dengan taktik bertahan (defensif). Akan tetapi sekelompok orang Islam (Muhajirin dan Anshar) terutama pemuda-pemuda yang tidak ikut ambil bagian dalam perang Badar berambisi besar
untuk menemui tentara-tentara Quraisy dan ingin menghajarnya di gunung Uhud. Atas desakan itu Nabi surut dan pendapatnya semula. Masuklah beliau ke rumahnya, lalu keluar dalarn keadaan su­dah siap dengan mengenakan baju besi, menyandang tameng dan memegang tombak serta pedang.

Melihat gelagat Nabi itu, sebagian sahabat yang tadinya sependapat dengan beliau menyatakan penyesalannya terhadap orang-orang yang memak­sakan keingmnannya untuk berperang.   Mereka yang memandang tidak penlu meladeni tentara-tentara Quraisy tadi mengatakan kepada Nabi: “Kami tidak mau mengirimmu. Jika engkau tetap setuju benangkat, benangkatlah, dan jika akan engkau urungkan, urung­kanlah.”

Rasulullah Saw. menjawab: “Tidak pan tas bagi seorang Nabi yang sudah mengenakan baju besi untuk menanggalkannya kembali, hingga Allah Menetapkan sesuatu baginya dan bagi musuh.”

Kemudian beliau berangkat bersama lebih kurang 1000 orang tentara. Dua ratus orang memakai baju besi dan hanya dua orang tentara berkuda.

Setelah berangkat, Nabi Muhammad kembali menye1eksi pasukannya dan tennyata di dalamnya terdapat ratusan orang Yahudi yang menggabungkan din dengan tentara Islam. Mereka itu dipimpin oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Nabi bertanya kepada sahabat-sahabatnya, apakah mereka telah masuk Islam? Belurn, jawab sahabat. Rasulullah memerin­tahkan: “Llsir mereka dan penintahkan agar kembali ke
Madinah. Kita tidak perlu bantuan onang-onang Musyrik untuk menghadapi orang-onang Musynikin.”

Mereka yang berjumlah 300 orang itu pun keluar dan pasukan, dan tingallah 700 orang pasukan Nabi. Sesampainya di pegunungan Uhud, segera di lakukan pengaturan pasukan dan pembagian posisi. Lima puluh personil ditempatkan di sebuah bukit yang terletak di belakang lereng, di mana pasukan dikonsentrasikan di bawah pimpmnan kornandannya, Abdullah bin Jabir Al-Anshary. Mereka bertugas menghadang pasukan musuh yang akan rnenyerang dan bukit itu.

Rasulullah mengomandokan kepada penjaga bukit : “Siagalah kamu semuanya, dan jangan sampai musuh-musuh kita men yenbu dan belakang. Jika pasukan berkuda meneka naik ke posisi kamu, hujanilah kuda­kuda itu dengan anak panah. Kuda-kuda itu pasti tidak kuat dan takut dengan panah. Kita selalu a/can unggul, manakala kamu tetap berjaga di atas bukit. Ya Allah sesungguhnya aku yakin Engkau a/can menolong meneka.”

Menurut pendapat lain, ketika itu Nabi mengata­kan: “Bila kamu melihat bunung-bunung men yambar­nyamban kami yang berada di leneng, ma/ca jangan kamu kosongkan tempat (bukit) , hingga datang penintahku. Dan jilca kamu melihat kami dapat rnengalahkan atau dapat menghancunkan mereka sampai terbunuh semua­nya, rnaka janganlah pu/a kamu tinggalkan tern pat mi.”

Segala sesuatunya telah diatur dan serbuan pun diĆ¼LUlai. Tentara Islam berhasil mengungguli musuh dan beberapa di antaranya telah terbunuh sementara yang lainnya kocar-kacir melarikan din. Tetapi sa­yang tentara-tentara Islam mulai tergiur untuk mengambil harta rampasan yang ditinggalkan oleh rnusuh yang lan itu, tak terkecuali regu pengawal jalur rawan serbuan yang berada di bagian atas bukit. Tidak kurang dan 40 orang di antaranya turun ke lereng untuk ikut serta mengambil harta rampasan yang begitu banyak, sehingga hanya tinggal sepuluh orang saja yang berada di atas bukit, komandannya, Abdullah bin Juber sebelurnnya telah mengingatkan mereka yang turun itu, tetapi tidak berhasil mengha­langinya. Malah rnereka menyanggah sang kornan­dan dengan kata-kata: “Tidak per/u lagi kita bersiaga di sini. Bukankah peperangan telah usai.”

Kelemahan regu pengawal bukit yang hanya berkekuatan sepuluh person itu dirnanfaatkan Khalid bin Walid yang bertindak sebagai komandan tentara Makkah. Secepat kilat ia menyerang dan melumpuhkan regu pengawal, dan turun ke lereng gunung seraya menyerbu habis-habisan dan bela­kang. Tibalah giliran pasukan Islam kocar-kacir dibuatnya. Pasukan musuh balik menyerbu mereka dan setiap sektor, sambil mendekati posisi Nabi Saw. Dalam keadaan posisi yang sangat genting itu disiar­kan pula psywar yang menyatakan Nabi telah terbu­nuh, sehingga tentara Islam semakin porak-poranda. Pada waktu itu Nabi terkena lemparan batu, sampai jatuh pingsan. Tentu saja semua anak panah musuh terarah kepada beliau. Muka, lutut, bibir bawahnya luka-luka, sedangkan tutup kepalanya pecah Posisi Nabi saw. yang hanya diapit oleh puluhan tentara saja itu, dihujani musuh dengan anak panah yang memaksa beberapa orang sahabat gugur, karena menghalangi sampainya anak-anak panah itu ke tubuh Rasulullah Saw. Tercatat di antaranya Abu Dajanah, Saad bin Abi Waqas yang matian-matian bertahan dengan melontarkan hampir seribu buah anak panah, guna mengusir musuh. Selain itu dicatat pula seorang wanita, Ummu Imarah Nusaibah Al­Anshary. Snikandi mi mulanya bertugas sebagai perawat tentara Islam yang luka-luka, tetapi derni melihat jiwa Nabi terancam maut, segeralah ia me­magari din Nabi beserta suami dan dua orang putra­nya, sehingga ia sendiri tewas. Atas keberaniannya yang luar biasa itu, Rasulullah berkata kepadanya:
“Semoga Allah memberkahi kamu sekeluarga.”

Lalu Nusaibah minta kepada Nabi berdo’a agar dapat bersama-sama masuk surga dengan angota­anggota keluarga yang tewas pada waktu itu: “Ya Allah, jadikanlah mereka sebagai teman-temanku di surga kelak,” ucap Nabi.

Saat-saat gawat diceritakan oleh Nabi Saw. kepada sahabat-sahabatnya, wanita yang bernama Nusaibah inilah yang paling sibuk memberikan perlawanan demi membela aku. Ia menderita dua belas luka terkena panah dan pedang. Pada saat kritis tersebut ada seorang tentara Quraisy yang bernama IJbai bin Khalaf menyerang Nabi dengan pedang terhunus, sehingga tidak ada telah tewas lebth dahulu. Hanya dalam perang Uhud mi Rasulullah sempat membinasakan jiwa seseorang dan hanya Ubai bin Khalaf inilah yang mati terkena tombak Nabi, selama masa peperangannya.

Untunglah Rasulullah Saw. masih mampu bang-kit dan keluar dan lobang tempatnya terperosok itu dengan bantuan Thalhah bin Ubaidillah.

Melihat sekelompok orang-orang Musynik Makkah masih berada di atas gunung, diperintah­kannya satu regu untuk mengejarnya, seraya berseru kepada seluruh pasukan:

“Meneka itu tidak pan tas mengungguli kita. Ya Allah tiada kekuatan bagi kami, kecuali kanena Engkau.”

Sambil bersiap-siap untuk berlani berkatalah Abu Sofyan: “Hari adalah hari pembalasan perang Badar.”

Perang Uhud  menelan korban sebanyak 70 orang dan pasukan Islam, dan 23 dan kaum Musy­nikin. Suatu hal yang sangat menggemaskan ialah peristiwa terbunuhnya Syaidina Hamzah, paman Rasulullah Saw. Begitu beliau terkena panah, menari­nanilah Hindun isteri Abu Sofyan, lalu mendatangi tempat tergeletaknya dengan maksud melampiaskan dendam kesumat atas kematian ayahnya pada perang Badan. Dibelahnyalah dada mayat Hamzah, diambil hatinya, lalu dikunyah-kunyahnya. Mengenai perang Uhud  terdapat beberapa ayat yang berisi nasihat pelipur kesedihan kaum Muslimin, kekalahannya dan mengingatkan akan sebab-sebab terjadinya kekalahan itu. Dalam surat Au Imran ayat 138 sampai ayat 142 dan ayat 153 dikatakan

“Dan janganlah kamu lemah semangat dan janganlah bensedih hati, dan kamulah orang-o rang yang lebih tinggi derajatnya, jika kamu benar-benar beriman. Jika kamu (pada perang uhud) menda pat lu/ca, ma/ca sesungguhnya kaum kafmn itupun mendapatkan luka yang serupa. Demikianlah, masa kami pergantikan antara manusia, agan meneka menda pat pelajaran dan supaya Allah membedakan orang-orang yang ben man dengan orang­orang yang kafir dan supaya sebagian kamu gugur sebagai syahid. Dan Allah tidak menyukai orang-onang yang zalim. Dan agar Allah membersihkan onang-orang berirnan (dan dosa-dosanya) dan membinasakan onang-onang yang kafin. Apakah kamu men gina kamu akan masuk sunga padahal belum nyata bagi Allah onang-orang yang benjihad di antara kamu, dan belum nyata onang-orang yang sabar.” (Au Imran: 139-142)

“Dan sesungguhnya Allah telah memenuhi janji­Nya kepada kamu, ketika kamu meinbunuh mereka dengan izin-Nya, sampai pada saat kamu lemah dan benselisih dalam unusan itu, dan mendurhakai penintah Rasul, sesudah Allah memperlihatkan kepada kamu sesuatu yang karnu sukai. di antana kamu ada pula yang menghendaki akhinat. Kernudian Allah rnemalingkan kamu dani meneka, untuk rnenguji kamu, dan sesungguhnya Allah telah memaajkan karnu. Dan Allah memiliki karunia atas onang­onang beniman. Ingatlah ketika kamu Ian dan tidak menoleh kepada seorang pun, sedang Rasul yang berada di antara kawan-kawanmu yang lain memanggil karnu. Karena itulah Allah menimpakan atas karnu kesedihan di atas kesedihan, supaya karnu tidak bersedih hati terhadap apa-apa yang luput dani sisi karnu dan tenhadap apa yang menimpa kamu. Dan Allah Maha Mengetahui apa-apa yang kamu lakukan.” (Au Imran: 152-153)

REFERENSI
a.       As-Sirah An-Nabawiyah Durusun wa ‘Ibar, karya DR. Musthafa As-Siba’
b.      Sirah nabawiyah                                                       - Ibnu Hisyam
c.       Zaadul ma'ad                                                          - Ibnul Qayim
d.      Arrahiqul makhtum                                                  - Al Mubarak Furi
e.       Nurul Yaqin                                                             - Khudhari
f.       Assirah Annabawiyah                                              - Ibnu Katsir

No comments:

Post a Comment