Friday, September 13, 2013

PERANG HUDAIBIYAH

Peperangan Hudaibiyah

Perang ini terjadi pada bulan Zulqa’idah tahun 6 H. Mulanya ialah Rasulullah Saw. bermimpi memasuki Baitullah bersama-sama dengan sahabat­sahabatnya dalam keadaan aman. Mereka mencukur rambutnya dan berpakaian ihram.

Atas dasar wahyu ml dipenintahkannyalah umat agar bersiap-siap untuk pengi ke Makkah dalam rangka melakukan umrah, bukan untuk menantang kaum Qurasiy atau untuk benperang. Kaum Mush-mint yang terdini dan Muhajirin dan Anshar benang­kat menuju Makkah dalam suasana rmang gembira, karena keninduan akan Baitullah yang telah enam tahun tidak mereka kunjungi, akan terpenuhi. Kaum Muslimin yang berjumlah 1.500 orang itu berangkat tanpa membawa persiapan-pensiapan perang, kecuali perbekalan dan senjata yang biasa di bawa kafilah dagang untuk melindunginya dan perampok.

Sesampainya rombongan Nabi di Asfan datang­lah seseonang yang mengabarkan, orang-onang Quraisy sudah mengetahui adanya rombongan intl. Mereka sudah bertolak dan Makkah dalam keada­an siap perang, dengan tekad tidak akan mengizin­kan Nabi Saw dan kaum Muslimin memasuki Makkah. Mendengar laporan itu, Nabi bersabda:

mereka tidak melakukan itu, ma/ca silahkan memera­ngiku dengan segala kemampuan yang ada. Bagaimana sebenarnya perkiraan mereka itu? Demi Allah, aku akan terus rnemperjuangkan apa yang diamanatkan Allah kepadaku hingga  tegak atau pembela-pembelanya habis.”

Nabi kemudian meneruskan perjalanan hingga sampai di Hudaibiyah, suatu tempat di dekat kota Makkah. Disini beliau ditemui oleh beberapa orang dan kabilah Khuza’ah yang menanyakan perihal kedatangannya. Kami datang ke Makkah tidak lain kecuali untuk mengunjungi ka’bah dan melakukan umrah, jawab Nabi. Utusan-utusan itu pun segera kembaim, lalu mengatakan kepada rombongannya “Tampaknya kita terlalu gegabah terhadap Muham­mad. Kedatangannya tidak untuk perang, melainkan hanya untuk meriziarahi Baitullah. Demi Allah, dia (Muhammad) tidak boleh memasuki Baitullah di hadapan kita-kita buat selamanya dan seluruh orang Arab tidak usah banyak bicara tentang itu,” komentar mereka.

Kemudian kaum Quraisy itu mengutus Urwah bin Ma’sud As-Tsaqafi untuk menyampamkan sikap kaum Quraisy itu kepada Nabi dan umat Islam. Sesudah terjadi tawar menawar antananya dengan sahabat-sahabat Nabi, kembalilah ia kepada kawan­kawannya guna menyampaikan hash perundhngan itu, yang pada pokoknya ingin berdamai. Tetapi keinginan damai itu ditolak, sehingga Nabi Saw. mengutus Usman bin Affan untuk sekali lagi menya­takan maksud damainya.

Kembalinya Usman dan perundingan itu agak terlambat, hal mana menimbulkan dugaan berat dia telah dibunuh, sehingga Nabi berpendapat tidak ada jalan yang lebih baik kecuali memerangi kaum Musynikin Quraisy. Beliau menyerukan agar seluruh anggota rombongan berjanji setia untuk berperang pada saat itu juga. Semboyannya ialah perdamaian atau mati syahid di jalan Allah, dengan senjata seadanya.

Tekad yang sangat bulat mengarungi peperangan  rupanya membuat orang-orang Quraisy menja­tuhkan pilhhannya untuk Damal. Inilah yang lebih balk, tetapi dengan syarat-syarat:
  1. Rasulullah Saw. beserta kaum Musliniin bersedia menunda maksudnya untuk menziarahi Baitullah pada tahun itu.
  2. Umrah baru dapat dilaksanakan tahun depan, dengan ketentuan agar masing-masing orang hanya membawa senjata yang biasa dibawa Se­orang musafir, yaitu sebatang tombak dan sebilah pedang yang disarungkan

REFERENSI
a.       As-Sirah An-Nabawiyah Durusun wa ‘Ibar, karya DR. Musthafa As-Siba’
b.      Sirah nabawiyah                                                       - Ibnu Hisyam
c.       Zaadul ma'ad                                                          - Ibnul Qayim
d.      Arrahiqul makhtum                                                  - Al Mubarak Furi
e.       Nurul Yaqin                                                             - Khudhari
f.       Assirah Annabawiyah                                              - Ibnu Katsir

No comments:

Post a Comment